MAHKOTA DAKWAH. Sebagaimana janji kami di artikel sebelumnya maka Indahnya haji dan umrah kali ini akan membahas masalah Istitha’ah dalam haji.
Labbaik Allaahumma labbaik. Menunaikan ibadah haji adalah perjalanan yang menyenangkan sekaligus mendebarkan. Ia membuat batin berbunga ria sembari terkagum heran. Andai bukan karena terbatasnya kuota , jauhnya jarak Makkah Al-Mukarramah bagi sebagian besar ummat Islam,serta membutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam penyelenggaraannya, tentu setiap Muslim ingin melaksanakan ibadah haji ini berkali-kali.Justru itu tepat sekali kalau Allah SWT mewajibkan ibadah haji ini hanya sekali seumur hidup , itupun hanya bagi yang mampu/istitha’ah melaksanakannya. Apakah istitha’ah itu ? Uraian berikut mudah-mudahan mampu menjawab pertanyaan tadi.
Menurut bahasa ,pengertian istitha’ah adalah quwwatun/thaaqatun (kuat/sanggup). Menurut istilah adalah kemampuan fisik/jasmani,rohani,ekonomi/harta dan keamanan pada waktu seseorang hendak melaksanakan haji/umrah
Istitha’ah menjadi salah satu syarat wajib haji/umrah karena Allah SWT berfirman : “… wa lillaahi ‘alan naasi hijjul baiti manis tathaa’a ilaihi sabiilaa “, artinya : “ Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. “ (QS.Ali Imran : 97 )
Dalam hadits disebutkan : “ wa rawaa imaamu ahmadu, hadatsanaa hasyiimun ‘an yuunusa ‘anil hasani qaala : lamma nazalat haadzihil aayatu -wa lillaahi ‘alan naasi hijjul baiti manis tathaa’a ilaihi sabiilaa- Qaala rajulun : Yaa Rasuulallaah mas sabiil ? Qaala : Azzaadu war raahilah. “ Artinya : “ Imam Ahmad meriwayatkan : Kami diberitahu oleh Hasyim dari Yunus dari Al-Hasan, katanya : Ketika turun ayat “… wa lillaahi ‘alan naasi hijjul baiti manis tathaa’a ilaihi sabiilaa “, ada seorang laki-laki bertanya : Yaa Rasulallah, apakah yang disebut sabil/jalan itu ? Rasul menjawab : Bekal dan kendaraan.
Haji memang ibadah yang murakkabah, yaitu ibadah badan yang langsung dengan harta, karenanya masalah bekal dan kendaraan menjadi perhatian utama dalam istitha’ah haji
Istitha’ah dalam haji ada 2 macam :
1.MAMPU MELAKSANAKAN SENDIRI/ KEMAMPUAN PRIBADINYA LANGSUNG, ialah mampu melaksanakan ibadah haji (termasuk umrah) bila ditinjau dari segi :
1.Jasmani :
Dalam keadaan sehat dan kuat agar mudah mengerjakan ibadah haji/umrah. Ibadah haji adalah ibadah yang dilaksanakan di tengah jutaan ummat manusia,karenanya masalah penyakit seperti flu,penyakit saluran pernapasan, penyakit usus dan mencret adalah penyakit yang perlu diwaspadai.Begitu juga masalah kekuatan fisik, ia sangat perlu diperhatikan,karena ibadah haji menuntut kekuatan fisik, seperti thawaf, sa’i dan melontar jamrah .Upaya untuk selalu menjaga dan meningkatkan kesehatan dan kekuatan sebelum berangkat haji mutlak diperlukan.Sebaiknya adakan latihan fisik yang terarah dan berencana.
2.Rohani :
a.Mengetahui dan memahami manasik haji/umrah.
Bagi pembaca yang ingin mengetahui tentang betapa pentingnya mengetahui dan memahami manasik haji/umrah, silakan baca artikel kami yang berjudul “ Belajar Manasik Haji Itu Perlu Segera . Mengapa ? “.
b.Berakal sehat dan memiliki kesiapan mental untuk melakukan ibadah haji/umrah dengan perjalanan yang jauh.
3.Ekonomi.
a.Mampu membayar Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Salah satu guna BPIH ialah untuk membayar biaya transportasi. Ini tidak menapikan pendapat Imam Malik yang menyatakan bahwa bagi siapa yang sanggup jalan kaki maka tidak perlu kendaraan/alat transportasi, dan sudah termasuk mampu.
b.BPIH bukan berasal dari penjualan satu-satunya sumber kehidupan yang apabila dijual menyebabkan kemudaratan bagi diri dan keluarganya.
c.Memiliki biaya hidup bagi keluarga yang ditinggalkan
4.Keamanan.
a.Aman dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji/umrah
b.Aman bagi keluarga dan harta berda serta tugas dan tanggung jawab yang ditinggalkan dan tidak terhalang/mendapat izin untuk perjalanan haji.
5.Kesempatan
Memperoleh kesempatan untuk pergi haji dengan tersedianya kuota dan masuk dalam alokasi porsi yang bersangkutan tahun bersangkutan dan bentuk kesempatan lain.Memperoleh izin dll.
Istitha’ah khusus bagi petugas haji :
a.Memenuhi persyaratan selaku petugas haji sebagaimana ditetapkan dalam peraturan yang berlaku.
b.Dapat melaksanakan tugas kewajibannya selaku petugas haji
2. KEMAMPUAN DENGAN BANTUAN ORANG LAIN
Kemampuan dengan bantuan orang lain ini dalam pelaksanaannya terbagi 2, yaitu :
a.Dirinya tetap tinggal di kampung halaman. Ia dihajikan oleh orang lain. Seperti orang tua yang dihajikan anaknya. Bisa juga dengan menyewa orang lain.Orang yang disewa melaksanakan ibadah haji yang ditujukan ( diniatkan ) untuk diri penyewa. Orang yang disewa itu harus sudah melaksanakan haji untuk dirinya sendiri.
b.Dirinya didampingi oleh orang lain, misalnya orang buta yang membiayai seseorang untuk menuntunnya.
Barang siapa ada kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji,tetapi belum melaksanakannya (dalam artian tidak mau membuka tabungan di Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS-BPIH) / tidak mau melaksanakan ibadah haji /menunda-nunda tanpa alasan yang jelas) , kemudian meninggal dunia, maka ia akan menemui Allah “Azza wa Jalla sebagai orang yang bermaksiat disebabkan ia meninggalkan haji itu.Bagi orang yang seperti ini haruslah dihajikan dengan menggunakan harta peninggalannya, sekalipun ia tidak memberikan wasiat untuk itu. Jadi seperti hutang, meskipun yang bersangkutan tidak berwasiat untuk membayar utangnya, utang itu tetap harus dibayar dengan harta peninggalannya.
Orang yang meninggal dunia dan tidak berhaji (tidak mau membuka tabungan di Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS-BPIH) / tidak mau melaksanakan ibadah haji /menunda-nunda tanpa alasan yang jelas) ,padahal ia mampu/istitha’ah, maka urusan hisabnya sangat berat di sisi Allah.Saidina Umar r.a pernah berkata : “ Saya telah berniat hendak menulis perintah ke seluruh pelosok negeri, supaya orang yang belum berhaji, padahal sudah kuasa / istitha’ah melaksanakannya itu, dipungut pajak saja.”
Sa’id bin Jubair,Ibrahim,Nakha’i,Mujahid dan Thawus mengatakan : “ Jikalau saya mengetahui seorang kaya yang sudah berkewajiban untuk melakukan haji,kemudian meninggal dunia sebelum menunaikannya (tidak mau melaksanakan ibadah haji /menunda-nunda tanpa alasan yang jelas), maka saya tidak suka menyembahyanginya.
Untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan , pada artikel Istitha’ah Dalam Haji Bagian II nanti, Indahnya Haji dan Umrah akan menulis Keputusan Musyawarah Ulama dan Keputusan Komisi Fatwa MUI tentang Istitha’ah.Insya Allah.
Penulis : H.M.Aini,S.Pd.I
ConversionConversion EmoticonEmoticon